JAM menunjukkan pukul 12.30 WIB, ketika kami memasuki kota di ujung pulau Jawa yang juga merupakan ibukota Provinsi Banten. Itulah Kota Serang yang akhir-akhir ini populer di media negeri ini. Kota serang mempunyai luas wilayah 266.77 Km2 dengan jumlah penduduk 672.833 jiwa.
Hari itu kami menuju komunitas pengupas kerang hijau di Desa Rujak Beling, Kecamatan Kasemen yang masih masuk daerah administrasi Kota Serang. Jaraknya tidak terlalu jauh dari pusat kota kurang lebih 30 menit. Jalan menuju kasemen relatif baik kecuali jalan menuju Desa Rujak Beling banyak berlubang tetapi masih relatif baik.
Tak terbayangkan sebelumnya ketika melihat lokasi tempat pengupasan kerang hijau. Memasuki Desa Rujak Beling sudah tercium aroma khas ‘amis’ kerang hijau. Bangunan-bangunan yang terlihat kumuh dari papan, atap bolong sepertinya sudah lama tidak diperbaiki. Kulit kerang ‘sampah’ produksi berserakan dimana-mana, WC umum yang berjajar di pinggir sungai yang jauh dari kata sehat. Ada yang mengagumkan dan membuat bangga, di bangunan itu terpampang plang Koperasi ISM Sinar Abadi. Koperasi yang baru diresmikan beberapa waktu yang lalu. Koperasi seolah-olah menadi simbol bahwa dengan segala macam keterbatasan yang mereka miliki, mareka mempunyai harapan, mempunyai keinginan untuk maju.
Koperasi ISM Sinar Abadi merupakan lembaga yang terbentuk dalam proses pemberdayaan masyarakat yang diinisiasi oleh Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa. Tahun 2012, Dompet Dhuafa bekerjasama dengan Keluarga Muslim Citybank meluncurkan program Pemberdayaan Nelayan Kerang Hijau di wilayah Kasemen, Kota Serang. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan membantu masyarakat untuk keluar dari jeratan rentenir. Selam 13 bulan progam berjalan, jumlah mitra yang bergabung dalam koperasi ada 50 orang yang terdiri dari ibu-ibu pengupas kerang hijau dan 3 kelompok nelayan.
Masyarakat tidak menyangka bahwa akan ada program seperti ini, karena sebelumnya banyak dari instansi datang ke komunitas ini dengan banyak janji yang tidak ada realisasinya. Salah satunya adalah janji tentang pembuatan sumur bor.
“Kita kesulitan air bersih, salah satunya caranya ya membuat sumur bor, tapi kan mahal. Dulu ada dari dinas pernah ke sini. Katanya akan dibuatkan sumur bor, tapi belum ada sampai sekarang. Yang kita berbaik sangka saja, mungkin belum dapat tanda tangan,” ungkap Iskandar, Anggota Kelompok Nelayan.
Dari pengalaman-pengalaman tersebut, membuat komunitas ini tidak bisa langsung mempercayai lembaga yang datang untuk memberikan bantuan. Tapi setiap lambaga yang datang tetap mereka sambut dengan baik. Sebuah kejutan bagi komunitas ini, ketika Dompet-Dhuafa serius ingin membantu mereka, “Awalnya tahun 2012 ada survey dari Pak Hery. Habis itu lama lagi tuh, saya kirain yang gak jadi. Tiba-tiba dateng Pak Livson (pendamping), ngejelasin tentang program dan alhamdulillah berlanjut sampai sekarang terbentuk koperasi,” kata Wasti (50), Ketua Koperasi ISM Sinar Abadi.
Tenaga pengupas kerang kebanyakan perempuan, untuk tambahan penghasilan katanya. Ibu-ibu ada yang bekerja sambil ‘momong anak’ yang masih balita. Hasil yang mereka dapatkan tidaklah banyak, dengan harga satu kilo kerang kupas Rp 2 ribu. Dalam satu hari paling banyak satu orang bisa mengupas 8 kg kerang yang berarti pendapatan mereka hanya Rp 16 ribu. Sekarang kerang sedang kurang karena bagang tempat ‘menanam’ kerang hijau yang mereka miliki tinggal 6 yang bisa dipanen dari 18 bagang karena roboh terkena angin.
“Biasanya kerangnya banyak, tapi lagi kena musibah. Kami punya bagang 18, tapi 12 rusak kena angin. Tapi mau gimana, itu kan bukan kehendak kita, kita pasrah ajalah. Sekarang mulai memperbaiki bagang yang rubuh, baru jadi 2 rancangan tinggal dibawa ke laut aja,” ujar Iskandar, sambil mencatat hasil timbangan kerang.
Walaupun terlihat kebingungan dengan kondisi tersebut, namun optimis masih tetap ada, seperti dikatakan Wasti, “Kasihan juga ibu-ibu kalo kondisinya seperti ini. Paling sehari mereka cumadapet 2 kilo, 4 kilo paling banyak. Tapi kan ini karena alam, saya coba mengusahakan supaya tetap bisa mendapat penghasilan walaupun tidak banyak.”
Kondisi seperti ini sebenarnya menimbulkan kekhawatiran buat Wasti. Kondisi kurangnya penghasilan biasanya dimanfaatkan bank keliling untuk mengeruk keuntungan berlipat dengan memanfaatkan kesulitan orang lain.
“Biasanya bank keliling menawarkan pinjaman yang memberatkan, minjem 300 ribu dapetnya 250 ribu, tapi bunganya gede. Alhamdulillah sekarang kan sudah ada koperasi jadi ibu-ibu bisa meminjam ke koperasi. Walaupun masih ada yang meminjam ke bank keliling tapi cuman sedikit nggak kayak dulu waktu belum ada koperasi,” ungkap Wasti.
Kondisi terbatas, pendapatan juga berkurang tidak membuat ibu-ibu putus asa. Kecewa memang terlihat dari raut wajah mereka karena penghasilannya berkurang, namun mereka tidak menunjukkan sikap mengeluh yang berlebihan. Mereka tetap bercanda, tertawa lepas yang justru memperlihatkan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan baik itu sedikit ataupun banyak.
Jadi kesengsem dengan semangat mereka.
Penulis: Livson
Editor: Setiawan Chogah
0 komentar:
Posting Komentar