Perubahan adalah keniscayaan. Setiap detak kehidupan dialiri napas perubahan. Hal itulah yang dialami Mamat Ismanto (45). Berawal dari juru mudi (supir), kini ia menjadi seorang juru dakwah di Divisi Bina Rohani dan Etika di Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa.
Perubahan tersebut memang tak serta merta terjadi. Mamat berporses. Menjadi seorag juru dakwah tak lepas dari pendidikan S-1 di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirosat Islamiyah (STID DI ) Al-Hikmah Jakarta yang baru saja ia selesaikan.
Syahdan, saat mencari kerja di tahun 2002, Mamat melamar di LKC Dompet Dhuafa sebagai supir. Ia memberanikan diri melamar karena memiliki pengalaman sebagai montirselama 12 tahun. LKC Dompet Dhuafa pun merekrut Maman.
Berbagai pengalaman ia alami semasa menjadi supir. “Sore hari, sekitar jam 5 seorang anak yang tertatih-tatih kesakitan digendong oleh ibunya untuk bersobat dan ditangani oleh dokter. Satu jam kemudian dokter memanggil saya dan meminta tolong untuk membungkus sesuatu tanpa menyatakan apa yang dibungkus. Saya terhenyak ketika saya tahu bahwa yang dibungkus adalah anak kecil tadi yang dibawa oleh ibunya. Saya sampai mengeluarkan air mata. Ternyata nyawa anak tersebut tidak tertolong, setelah muntah darah kemudian meninggal. lalu saya mengantarkan jenazahnya pulang ke Gintung. Bagaimana kalau kejadian itu terjadi pada saya?” kenang Mamat,
Berbagai bencana yang terjadi di Indonesia seperti tsunami Aceh, gempa Jogja, gempa Bengkulu, Longsor Karanganyar, banjir Bojonegoro, meletusnya Gunung Merapi dan gempa Padang pernah menjadi bagian yang lekat dengan Mamat karena perannya sebagai juru mudi ambulans. Bahkan pada saat tsunami Aceh, Mamat membawa mobil ambulans LKC Dompet Dhuafa sendiri selama sepekan.
Tidak pernah terpikir oleh Mamat untuk keluar dan berpindah bekerja dari LKC Dompet Dhuafa. Ia merasa nyaman dengan pekerjaan yang digelutinya saat ini. Karena prinsip yang dipegang oleh Mamat adalah khoirunnas anfa’uhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi orang lain. Bekerja di LKC Dompet Dhuafa baginya, selain pengabdian ke Allah juga pengabdian ke dhuafa. [IIS/GM]
Perubahan tersebut memang tak serta merta terjadi. Mamat berporses. Menjadi seorag juru dakwah tak lepas dari pendidikan S-1 di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirosat Islamiyah (STID DI ) Al-Hikmah Jakarta yang baru saja ia selesaikan.
Syahdan, saat mencari kerja di tahun 2002, Mamat melamar di LKC Dompet Dhuafa sebagai supir. Ia memberanikan diri melamar karena memiliki pengalaman sebagai montirselama 12 tahun. LKC Dompet Dhuafa pun merekrut Maman.
Berbagai pengalaman ia alami semasa menjadi supir. “Sore hari, sekitar jam 5 seorang anak yang tertatih-tatih kesakitan digendong oleh ibunya untuk bersobat dan ditangani oleh dokter. Satu jam kemudian dokter memanggil saya dan meminta tolong untuk membungkus sesuatu tanpa menyatakan apa yang dibungkus. Saya terhenyak ketika saya tahu bahwa yang dibungkus adalah anak kecil tadi yang dibawa oleh ibunya. Saya sampai mengeluarkan air mata. Ternyata nyawa anak tersebut tidak tertolong, setelah muntah darah kemudian meninggal. lalu saya mengantarkan jenazahnya pulang ke Gintung. Bagaimana kalau kejadian itu terjadi pada saya?” kenang Mamat,
Berbagai bencana yang terjadi di Indonesia seperti tsunami Aceh, gempa Jogja, gempa Bengkulu, Longsor Karanganyar, banjir Bojonegoro, meletusnya Gunung Merapi dan gempa Padang pernah menjadi bagian yang lekat dengan Mamat karena perannya sebagai juru mudi ambulans. Bahkan pada saat tsunami Aceh, Mamat membawa mobil ambulans LKC Dompet Dhuafa sendiri selama sepekan.
Tidak pernah terpikir oleh Mamat untuk keluar dan berpindah bekerja dari LKC Dompet Dhuafa. Ia merasa nyaman dengan pekerjaan yang digelutinya saat ini. Karena prinsip yang dipegang oleh Mamat adalah khoirunnas anfa’uhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi orang lain. Bekerja di LKC Dompet Dhuafa baginya, selain pengabdian ke Allah juga pengabdian ke dhuafa. [IIS/GM]
0 komentar:
Posting Komentar