Oleh
: Mokhlas Pidono
Kaya
dan miskin adalah sebuah sunatullah,
adanya si kaya pasti ada si miskin begitupun sebaliknya. Ketika begitu banyak
orang yang mampu dan
berkecukupan secara ekonomi, maka sudah
bisa dipastikan masyarakat miskinnya pun jumlahnya tidak akan jauh berbeda.
Jika hanya sebatas miskin, mungkin mereka masih bisa menemukan makan di setiap harinya, atau menyekolahkan
anaknya setidaknya sampai lulus SD. Tapi jika masyarakat sangat miskin, mereka
mungkin tidak bisa menemukan makan tiap hari, kewalahan menyekolahkan anak
meski hanya di jenjang SD dan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
lainnya. Mereka inilah yang kemudian masuk kategori dhuafa, fakir miskin dalam
bahasa UUD atau Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dalam bahasa Kementerian
Sosial.
Kita
banyak melihat atau mungkin menemukan masyarakat yang sangat miskin di daerah tempat kita tinggal, tapi kita belum tergerak hatinya untuk
bisa membantu mereka sebatas kemampuan kita. Kemiskinan adalah masalah pelik bangsa yang terus menerus mencoba ditemukan formula terbaik
untuk mengentaskannya baik oleh pemerintah maupun lembaga sosial swasta lainnya
yang mempunyai kepedulian terhadap masalah social kemasyarakatan seperti ini.
Jika amanat pasal 34 UUD 1945 sudah begitu jelas menitipkan fakir miskin dan
mereka yang terlantar untuk diurus oleh Negara, maka banyak ayat pula dalam Al-Qur’an yang menyuruh kita untuk memperhatikan fakir miskin
dan membantunya semampu kita. Sebagaimana salah satu ayat berikut ini:
Hendaklah orang-orang yang
mempunyai kelapangan, memberi nafkah sesuai dengan kelapangannya, dan barang siapa
sempit rezekinya maka hendaklah ia memberi nafkah sesuai apa yang diberi Allah
kepadanya. (QS Al-Thalaq [65]: 7).
Atau
seperti ayat berikut:
Dan berikanlah kepada keluarga
dekat haknya, juga kepada orang miskin, dan orang yang berada dalam
perjalanan... (QS
Al-Isra' [17]: 26).
Jelas
sudah bagi kita, bagaimana sebenarnya posisi dhuafa atau fakir miskin dalam
kehidupan kita. Bagaimana selayaknya kita memperlakukan mereka dalam kehidupan
kita. Seandainya kita pada saat ini ada dalam keadaan berkecukupan, maka wajib
hukumnya bagi kita untuk mengeluarkan sebagian dari harta kita yang menjadi hak
mereka, dhuafa, fakir miskin atau rumah tangga sangat miskin.
Peran Semua Lapisan dalam Mengentaskan Kemiskinan
Pengentasan
kemiskinan bukan semata-mata tugas pemerintah, lembaga zakat ataupun
lembaga-lembaga terkait lainnya, akan tetapi tugas seluruh lapisan masyarakat
yang ada di seluruh negeri ini. Jika angka kemiskinan nasional di atas 11% dan
Banten 5,74%, maka tugas kita bersama untuk mengurangi besarnya prosentase
kemiskinan tadi. Lembaga zakat maupun pemerintah bersama-sama mencoba ikut
menekan jumlah angka kemiskinan di Indonesia. Kemiskinan yang sudah akut,
terstruktur dan ibarat mata rantai yang saling terhubung. Mata rantai itu jelas
harus diputus agar tidak terus memanjang dari generasi ke generasi. Jika
lembaga zakat menyalurkan uang ZIS (Zakat, Infaq & Sedekah) yang didapat
kepada mustahik baik dalam bentuk santunan maupun program pemberdayaan, maka
banyak pula program pemerintah yang sudah digulirkan untuk menekan angka
kemiskinan ini, sebut saja yang terbilang sukses adalah PKH (Program Keluarga
Harapan) di Kementerian Sosial atau Jamsosratu di Dinas Sosial Provinsi Banten,
sebuah program bantuan tunai bersyarat untuk rumah tangga sangat miskin yang
diharapkan bisa memutus mata rantai kemiskinan.
Kemiskinan
yang begitu banyak jumlahnya bukan hanya karena mereka kurang penghasilan.
Kemiskinan juga terjadi karena pola perilaku yang kurang baik, misalnya meski
sekolah dasar sudah digratiskan, kesehatan dasar sudah pula digratiskan bagi
rumah tangga sangat miskin, namun tetap saja mereka enggan untuk menyekolahkan
anaknya ataupun memeriksakan kesehatannya, akibatnya berdampak pada regenerasi
kemiskinan maupun kurangnya kualitas kesehatan anak-anak mereka yang dampaknya
akan menyebabkan kemiskinan lagi pada anak-anaknya yang berlangsung terus
menerus, turun temurun jika tidak kita putus mata rantainya. UU No 11 tahun
2009 tentang kesejahteraan social dan UU No 13 tahun 2011 tentang penanganan
fakir miskin menunjukan I’tikad baik pemerintah untuk bisa mengangkat kehidupan
fakir miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya.
Niat
baik pemerintah, perjuangan lembaga zakat dan lembaga sosial lainnya akan
sangat terbantu jika seluruh lapisan masyarakat mendukung dan menyukseskan
pemberdayaan masyarakat ini. Jika termasuk golongan menengah ke atas dan
penghasilannya sudah mencapai nishab, maka sudah menjadi kewajiban untuk
ditunaikan zakatnya, di mana nanti dana zakat tersebut akan digulirkan dalam
bentuk program pemberdayaan bagi kaum dhuafa. Aparat pemerintah mulai dari
tingkat RT sampai tingkat tertinggi bahu membahu untuk membantu mendukung
program pemerintah pro rakyat, mempermudah akses serta memberikan pemahaman
kepada masyarakat dalam kategori sangat miskin agar tepat sasaran dan mata
rantai kemiskinannya segera terputus. Masyarakat terpelajar membantu memberikan
pemaham tentang pentingnya pendidikan dan kesehatan serta member motivasi,
inspirasi dan menjadi fasilitator bagi masyarakat kurang mampu untuk bertanya
dan berbagi. Alangkah indahnya jika seluruh masyarakat bahu membahu untuk
saling memberdayakan satu sama lainnya, bukan malah sebaliknya saling memperdayakan,
si kaya memperdaya si miskin, si pintar memberpaya saudaranya yang kurang
pintar. Jika seluruh lapisan masyarakat saling mendukung, maka pengentasan
kemiskinan dan pemutusan mata rantai kemiskinan lintas generasi insya Allah
akan segera bisa teratasi. Semoga saja. [*]
Mokhlas Pidono
Empowering
Program Dompet Dhuafa Banten
0 komentar:
Posting Komentar