Rabu, 05 Maret 2014

Klaster Mandiri Dompet Dhuafa di Kabupaten Lebak Ubah Sistem Dum-duman Jadi Syariah

Diposting pada label:

Ilustrasi
LEBAK, DDBanten – Semangat pantang menyerah diperlihatkan kelompok mitra produsen batu bata program Klaster Mandiri di Kabupaten Lebak, Banten, meski dengan penghasilan minim dan lokasi Kampung Pasir Awi, Cimarga yang jauh dari ingar-bingar kehidupan kota besar. Jarak antara desa dan kota kecamatan yang kurang lebih 25 Km terasa sangat jauh karena kondisi jalan yang berbatu, lebih-lebih jika sedang turun hujan, waktu tempuh akan semakin lama.

Menuju Kampung Pasir Awi tidaklah mudah, apalagi yang baru pertama kali ke sini. Untuk menuju lokasi, kami harus melewati hamparan kebun sawit dengan kondisi jalan berbatu dan berlubang, kondisi ini semakin menantang tim dengan kontur perbukitan yang membuat kendaraan sulit untuk mencapai lokasi. Selama perjalanan, kami hanya bertemu truk-truk pengangkut kelapa sawit dan kayu. Setelah melewati hutan sawit masih harus melewati dua kampung lagi yang jaraknya berjauhan yang dibatasi hutan rakyat.

“Di sini mah mobil kecil jarang-jarang, palingan mobil besar. Kalau musim hujan, mobil besar pun terpaksa ke sini karena harus mengambil batu bata,” ujar masyarakat yang kami temui di perjalanan. Ketika melewati perkebunan sawit sempat terlontar pertanyaan, “Ini masih Indonesia?” karena melihat medan berat yang sepertinya belum ada upaya perbaikan.

Tapi keopimisan yang terpancar dari masyarakat membuat kami lega, setidaknya masih ada harapan untuk berubah ke arah yang lebih baik. Lokasi mereka yang jauh dari sentuhan pembangunan tidak membuat mereka minder, justru alasan itu mereka jadikan penyemangat untuk memperbaiki kehidupan mereka.

Mitra di Kampung Pasir Awi berjumlah 20 orang dengan produksi batu bata. Dalam sebulan, mitra mampu memproduksi 5 ribu batu bata dengan harga jual Rp. 400,- per satuan bata. Sebenarnya pendapatan ini masih jauh dari cukup, yaitu dengan keuntungan bersih yang hanya Rp. 500.ribu per bulan. Besaran ini di bawah standar WHO tentang kemiskinan, di mana orang miskin berpendapatan $ 2 per hari atau setara dengan Rp. 640.920,- per bulan. Namun, pandapatan ini sudah jauh lebih baik dibanding sebelum mitra mengikuti program. Sebelumnya pendapatan mitra kurang dari Rp. 200 ribu per bulan karena terjerat sistem dum-duman.

Selama bertahun-tahun mereka terjerat sistem dum-duman. Sistem dum-duman mirip dengan sistem rente dengan bunga pinjaman yang mencekik. Namun kenyataan pahit harus mereka telan lagi dalam sistem dum-duman yang mengharuskan mereka melunasi utang dengan menjual bata kepada peminjam dengan harga yang minim dan tidak manusiawi.

Masuknya program Klaster Mandiri yang dilaksanakan oleh Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa membawa angin segar untuk kehidupan mereka.

“Dulu mah waktu masih ikut dum-duman cuma bisa buat sekitar 3 ribu sampai 4 ribu bata per bulan, untungnya juga tidak ketahuan, kadang hanya sisa 100 ribu. Alhamdulillah, setelah mengikuti program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa, sekarang kami bisa membuat 10 ribu bata per dua bulan dan keuntungan bersih kisaran 1 juta,” ungkap Tusma, Ketua Kelompok binaan yang didampingi Klaster Mandiri Dompet Dhuafa. Di tengah gempuran teknologi yang menghadirkan bahan bangunan seperti batako, tidak mematahkan semangat mereka untuk terus memproduksi batu bata. Mereka yakin produk mereka mampu bersaing di pasaran. Optimisme ini yang membuat kami kagum dan bangga serta munculnya keyakinan bahwa hari esok mereka akan jauh lebih baik. Kondisi minim yang belum mendapatkan perhatian dari pemerintah tidak membuat mereka larut dalam kegalauan. Mereka memiliki cita-cita mulia yang ingin mengubah sistem dum-duman menjadi sistem syariah seperti yang diterapkan oleh program yang mereka anggap lebih manusiawi. [Mamet/ Chogah]

0 komentar:

Posting Komentar

Berita Terbaru