Sanja di tengah kesehariannya. |
LANGIT Serang
mulai temaram ketika saya dan tim Dompet Dhuafa Banten menginjakkan kaki di
Pasar Rau dalam rangka meninjau rencana pembangunan rumah baca untuk pemulung. Belasan bocah menyambut kedatangan kami, beberapa di
antaranya berseru, “Woooiii... ada yang datang!”.
“Wih, ada yang
datang ke rongsokan,” seru yang lain. Retina saya menangkap seorang di antara mereka,
yang memimpin teman-temannyan untuk bergantian menyalami kami.
Belakangan saya
tahu, bocah itu bernama Sanja. Ya, hanya Sanja, kolaborasi lima huruf pas itu
diberikan oleh orangtuanya 14 tahun silam. Sanja sesederhana namanya. Sanja kecil adalah siswa
kelas 2 Sekolah Menengah Pertama yang terbiasa dengan “rongsokan” setiap hari.
Bukan kenapa, Sanja adalah salah satu pemulung yang menggantungkan cita-citanya
pada kardus dan gelas plastik bekas di Pasar Rau, Serang.
Masih segar di
ingatan saya, kala pertama saya bertemu sosok santun penuh mimpi ini. Senja itu
Sanja tak mengenakan
baju, dan itu sudah biasa di lapak tempat Sanja dan kawan-kawan menukarkan
rongsokan yang mereka kumpulkan dengan beberapa lembar rupiah. Lama saya tertegun, begitu menyaksikan
tubuh kecil Sanja telaten mengangkat rongsokan ke atas timbangan, sesekali dia
menarik ujung celananya yang melorot—membenarkan ikatan tali rafia yang dia
gunakan agar celananya tetap menempel pada pinggang.
Jepret... jepret!!! Kamera tim Dompet Dhuafa
Banten membidik aktivitas Sanja dan mengabadikan beberapa momen. Layaknya anak
seusianya, Sanja pun pandai berekspresi ketika tahu dia tengah difoto.
Sanja namanya.
Sanja yang senja itu saya temui dan sempat bertanya tentang mimpinya.
“Mau jadi
dokter,” lirihnya, nyaris tak terdengar. Sanja memiliki harapan dan impian. Saban hari usai sekolah, Sanja si anak
bangsa yang terabaikan, tanpa malu telah sigap menenteng karung goni dan
pengait besi untuk mengumpulkan gelas-gelas plastik dan kardus bekas.
Ketika goninya
telah penuh, seperti
senja itu, Sanja dan kawan-kawannya berkumpul di lapak milik Ibu Nia. Ya, lapak. Kata
yang menjadikan tim Dompet Dhuafa tergerak untuk membuatnya menjadi lebih
berarti. Lebih menginspirasi.
Lapak Inspiratif, demikian program itu kami
namakan. Sanja
kecil telah menginspirasi kita semua, untuk membuka mata hati, untuk
bersama-sama membantu Sanja si anak bangsa yang terabaikan mewujudkan
cita-citanya.
Pasti tak mudah
menjalani hidup sebagai Sanja. Menjadi pelajar sekaligus mencari “sesuap nasi” atau
sekadar meringankan beban ekonomi orangtua. Sanja adalah potret anak bangsa
sejati. Gigih dan tangguh!
Tapi kami
melihat jelas, ada bakat terpendam yang memancar dari diri seorang Sanja. Sanja adalah calon pemimpin masa depan.
Di senja itu, mata kami menyaksikan seorang Sanja memimpin kawan-kawannya untuk
bentemu dengan tim Dompet Dhuafa Banten.
Dalam keseharian
pun demikian, sekitar
20 anak-anak berkumpul di
lapak
rongsokan yang kini telah menjelma menjadi Lapak
Inspiratif berada di bawah komando Sanja. Dia telah bertindak sebagai koordinator, Sanja memainkan
perannya sebagai leader dengan baik. Ah, saya lebih suka menyebutnya “Kepala Suku Lapak”, Kepala Suku
yang hebat dan menginspirasi!
Satu adegan yang
terekam di benak saya, ketika anak-anak yang lain
mau membuka kardus bingkisan DD Banten, dengan bijak Sanja mengatakan bahwa bingkisan
itu tidak untuk dibagikan saat itu. Sanja
yang bijak paham, bahwa di lapak dia memiliki pemimpin yang tak boleh dia
langkahi. Mereka memiliki Ibu Nia.
Ya, Sanja telah mempertontonkan sebuah tindakan hebat di hadapan kami. Kekaguman saya semakin berlipatganda melihat teman-temannya pun senang
dan mengikuti komando sang jendral kecil, Sanja. Sanja telah menunjukkan perilaku organisasi.
Mari kita semua bantu Sanja
yang sedang berjuang merajut cita-citanya. Saya, secara pribadi, memberikan
apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Bapak Mukhlis, donatur Dompet Dhuafa
Banten yang begitu mendukung program Lapak
Inspiratif.
Penasaran saya
pun sama dengan penasaran Pak Mukhlis, ah, saya lebih suka menyebutnya
penantian dalam keoptimisan. “Kita lihat nanti, Sanja dan kawan-kawannya sepuluh
atau dua puluh tahun yang akan datang,” ujar Pak Mukhlis ketika saya
bicara tentang kehidupan Sanja dengan beliau di suatu sudut siang. Kalimat
bermuatan nada optimis itu selalu saya ingat, terngiang-ngiang di kepala. Sanja, terima
kasih telah menginspirasi kami. [*]
Penulis : Zamaksyari (Manager Fundraising Dompet Dhuafa Banten)
Editor : Setiawan Chogah
0 komentar:
Posting Komentar