Senin, 21 April 2014

Sejarah Gemilang Zakat

Diposting pada label:


ZAKAT menjadi satu kewajiban bagi seorang muslim yang diberikan kelebihan harta untuk berbagi kepada kaum dhuafa. Sehingga kewajiban berzakat pun menjadi salah satu pilar dalam rukun Islam. Dua hal penting dalam berzakat, membangun kesalehan individu yaitu strategi muroqobah seorang hamba dengan Tuhannya dan menambah kecerdasan serta membangun kesalehan sosial sebagai makhluk yang berbagi peduli dengan lingkungan dan orang miskin. Melihat potensi zakat yang sarat pesan dan makna maka kewajiban berzakat pada zaman Rasulullah dimulai pada tahun kedua Hijriyah. Prinsip zakat yang diajarkan Rasulullah adalah mengajarkan berbagi dan peduli terus dilanjutkan oleh Khalifah Abu Bakar Shiddiq yang memiliki keberanian memerangi mereka yang ingkar zakat.

Pada awal pertumbuhan konsep baitulmaal yang diinisiasi oleh Khalifah Umar bin Khattab, pengelolaan dana zakat menjadi otorisasi pusat dengan model sentralisasi. Sehingga pemerintah pusat menjadi agent of change terhadap perubahan kondisi masyarakat, terutama mengangkat harkat dan martabat kaum dhuafa. Wibawa pemerintah dan ketaatan rakyat menjadi harmonis seiring dengan imbangnya pengelolaan harta zakat kepada masyarakat.

Pada masa Umar bin Khattab, sahabat Muaz bin Jabal yang menjabat sebagai gubernur Yaman ditunjuk pertama kali untuk menjadi ketua amil zakat di Yaman. Konsekuensi dengan model sentralisasi dipahami sebagai satu kewajiban ketaatan karena sistem dan infrastruktur yang sudah established. Pada tahun pertama, Muaz bin Jabal mengirimkan 1/3 dari surplus dana zakatnya ke pemerintah pusat, lalu Khalifah Umar mengembalikan kembali untuk pengentasan kemiskinan di daerah Yaman. Sebuah kebijakan yang semestinya dilakukan sebagai pendidikan otorisasi wilayah dalam sistem kebijakan zakat pada saat itu. Pada tahun kedua, Muaz bin Jabal menyerahkan ½ dari surplus zakatnya ke pemerintah pusat. Dan pada tahun ketiga, Muaz bin Jabal menyerahkan seluruh pengumpulan dana zakatnya ke pemerintah pusat. Hal ini dilakukan karena sudah tidak ada lagi orang yang mau menerima zakat dan disebut sebagai mustahik, sehingga kebijakan pemerintah pusat mengalihkan distribusi dana tersebut pada daerah lain yang masih miskin. Paradigma merubah mustahik menjadi muzaki bukanlah mimpi ketika pengelolaan zakat didukung dengan managemen professional dan system kebijakan pemerintah yang komprehensif dan bermuara pada kepentingan kesejahteraan mustahik.

Hal dan kondisi seperti ini pun terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah. Pemimpin yang mengoptimalkan potensi zakat, infak, sedakah dan wakaf sebagai kekuatan solusi pengentasan kemiskinan di negerinya. Hal ini terbukti hanya dengan waktu 2 tahun 6 bulan dengan pengelolaan dan sistem yang profesional, komprehensif dan universal membuat negerinya makmur dan sejahtera tanpa ada orang miskin di negerinya.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Ubaid, Gubernur Baghdad Yazid bin Abdurahman mengirim surat tentang melimpahnya dana zakat di baitulmaal karena sudah tidak ada lagi orang yang mau menerima zakat. Satu kondisi yang berbeda dengan negeri kita di mana orang berebut hanya untuk menerima zakat, meski nyawa taruhannya. Mindset dan izzah prilaku muslim yang perlu menjadi perhatian bersama antara muzaki dan mustahik.

Lalu Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk memberikan upah kepada orang yang biasa menerima upah. Lalu Yazid menjawab, "Sudah diberikan namun dana zakat masih berlimpah di baitulmaal". Umar mengintruksikan kembali untuk memberikan kepada orang yang berutang dan tidak boros. Yazid berkata, "Kami sudah bayarkan utang-utang mereka namun dana zakat masih berlimpah". Lalu Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk menikahkan orang yang lajang dan membayarkan maharnya. Namun hal itu dijawab oleh Yazid dengan jawaban yang sama bahwa dana zakat di baitulmaal masih berlimpah. Pada akhirnya Umar bin Abdul memerintahkan Yazid bin Abdurahman untuk mencari orang yang ingin membuka usaha dan membutuhkan modal, lalu memberikan modal tersebut tanpa harus mengembalikannya.

Strategi pengelolaan dan distribusi dana zakat yang semuanya berorintasi pada berlipatgandanya pahala muzaki dan peningkatan kesejahteraan para mustahik. Untuk menjadi satu kekuatan dan menjadi daya dobrak bahwa zakat mampu menjadi solusi dan bukan sekadar alternatif pada pengentasan kemiskinan perlu urun rembug dan sinergi multi-stakeholder serta para pembuat kebijakan di tingkat pemerintahan. Sehingga potensi zakat dan kuantitas muslim Inonesia bukan hanya menjadi wacana kepedulian namun mutlak mampu menjadi solusi pengentasan kemiskinan. [*]

Penulis: Ahmad Shonhaji
Editor: Setiawan Chogah
Ahmad Shonhaji

0 komentar:

Posting Komentar

Berita Terbaru